Written on

5 min read

Birthday Reflection - A New Hope


Meh, ini tanggal 27 Desember sudah yang ke 23 kali. Artinya sudah 23 kali saya melewati tanggal kelahiran saya, hehe. Ada banyak cara dalam merayakan ulang tahun. Tapi untuk kali ini mungkin agak sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Postingan ini dibuat sebenarnya cuma ungkapan terima kasih untuk orang-orang yang telah memperkuat identitas saya meskipun kelihatannya hal tersebut tidak disadari bagi kalian.

#Tumben Des nulis ginian?

Well, 27 Desember yang 23 ini mungkin jadi satu-satunya yang benar-benar menjadi refleksi hidup yang entah darimana tiba-tiba muncul di kepala. Tiba-tiba muncul satu istilah yang jadi pemicu tulisan dibuat. Istilah tersebut yaitu:

Identitas

Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa ketika memasuki usia ke 23, seseorang pasti akan memasuki fase Quarter Life Crisis. Krisis dimana setiap orang pasti akan menanyakan siapa saya, apa yang sudah saya buat, bagaimana arah hidup saya dan pertanyaan ga jelas lainnya. 2019 mungkin menjadi tahun yang mana saya berada di fase ini. Saya melihat banyak orang yang lulus dengan cepat, dapat pekerjaan yang cukup menjanjikan dan pencapaian-pencapaian lainnya yang membuat diri ini sempat down. Dan di Desember 2019 ini, sepertinya akan jadi yang cukup berkesan untuk menyambut tahun 2020. Setelah dipikir-pikir, sebenarnya diri ini tidak benar-benar mengalami Quarter Life Crisis, cuma:

Saya sebenarnya cukup beruntung dan 'bodohnya' saya kurang bersyukur.

Let me tell you why.

Jika ditelusuri lebih jauh, saya cukup beruntung diperkenalkan alat yang bernama komputer pada waktu umur 5-6 tahun (yang sampai sekarang menjadi identitas saya sampai detik ini). Jika dibilang pertama kali saya menggunakan komputer, waktu itu saya sempat mengacaukan shortcut program di desktop beserta instalasinya. Mungkin hanya satu orang yang dulu sempat memarahi saya gara-gara mengutak-atik struktur shortcut desktop, yaitu Pakdhe saya (sekarang sudah almarhum, mohon doanya juga semoga amal baiknya diterima disisi-Nya). Tapi sekaligus juga, banyak di lingkungan saya yang sangat suportif. Seperti tante saya yang tetap mengijinkan untuk mainan komputer di umur yang dibilang sebenarnya tidak layak untuk memegang alat kantoran tersebut.

Kemudian di waktu SD, tepatnya kelas 4, mata pelajaran TIK diajarkan pertama kali. Karena memang waktu umur 5-6 tahun pernah megang alat yang bernama komputer, ya akhirnya dulu sering ditanyain temen-temen kalau ada pelajaran TIK. Pada fase ini, identitas saya di lingkungan sosial mulai terbentuk.

Masuk ke SMP s/d SMA, banyak temen-temen yang minta bantuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan IT. Mulai dari cara nge-hack Facebook atau Instagram (jujur, yang mana sampai sekarang masih ada saja yang nanyain), hal sepele macem cara benerin koneksi internet, ngedit-ngedit gambar dan video, hingga dimintain bantuan untuk benerin flashdisk yang dalemannya minta diformat. Sampai dulu muncul panggilan dengan sebutan anaknya komputer, lahir dari CPU, wkwk.

Dulu juga pada SMA sempet iseng-iseng bikin game (meskipun sebenarnya disiplin ilmu membuat game hanya dapat dipelajari saat kuliah). Beruntung sekali saya punya teman-teman yang masih nyempetin bilang, "Wew, keren Des. Kapan-kapan aku mau nyoba" (meskipun pada akhirnya gak jadi-jadi, wkwk).

Berkat itu semua, akhirnya saya waktu itu benar-benar mantep untuk memilih masuk kuliah di jurusan Teknik Informatika.

#Bukannya kalau dipikir-pikir sepertinya malah ngerepotin ya?

Nope, memang sempat terlintas hal tersebut di pikiran saya. But, here is the silver-lining I got.

  • Bagaimana jika saya tidak pernah dipercayai untuk mengoperasikan sebuah komputer waktu umur 5-6 tahun?
  • Bagaimana jika orang-orang di circle saya tidak mempercayai atau tidak pernah meminta bantuan ke saya?
  • Bagaimana jika dipikiran saya waktu itu masih tanggung-tanggung dalam membantu?

Mungkin identitas saya benar-benar berbeda dari yang sekarang ini. Mungkin saya juga akan memilih jurusan kuliah yang berbeda dari yang sekarang ini. Dan mungkin juga, saya juga tidak akan menikmati dunia perkuliahan karena identitas saya tidak terdefinisikan oleh orang-orang disekitar saya.

#Penutup

Sebagai penutup, saya hanya ingin mengucapkan terima kasih terhadap orang-orang yang telah mempercayai saya serta teman-teman saya yang dulu pernah meminta bantuan ke saya. Sekilas kelihatannya cukup aneh, mana mungkin ada seseorang yang bilang terima kasih karena telah direpotkan, haha. Tentunya jika saya tidak pernah mengalami dan melakukan hal-hal tersebut, pasti saya tidak akan pernah mendapatkan feedback positif yang menguatkan identitas dan tentunya dapat menjadi pekerjaan saya sampai detik ini.

Dulu waktu pelajaran agama, pernah diberi tahu hal begini (sepertinya hal ini cukup klasik dan kalian juga pasti sering dengar quotes ini).

Kalau kamu dimintai tolong seseorang, jangan pernah tanggung-tanggung untuk menolong. Siapa tahu orang tersebut akan menolong kamu kembali.

Quote tersebut sepertinya ada benarnya, yang jelas setiap orang yang ditolong pasti akan memberikan pertolongan. Cuma bentuknya beragam, jika bukan pertolongan secara langsung, bisa jadi seseorang tersebut turut juga menolong dalam membentuk identitas.

Well, sepertinya saya akan rombak quotes tersebut jadi:

Kalau kamu dimintai tolong seseorang, jangan pernah tanggung-tanggung untuk menolong. Jika orang tersebut tidak pernah menolong balik ke kamu, minimal feedback positifnya yang akan membentuk dan memperkuat identitas kamu dimasa depan.

Minimal saya udah punya quotes pribadi lah, buat nanti kalau misal udah punya anak, wkwk.

Terakhir, saya cuma berpesan terhadap siapa saja yang membaca tulisan ini. Jika kalian sekarang berada di fase Quarter Life Crisis, kalian bisa coba baca buku Atomic Habits karya James Clear (bukunya bagus sekali, baru beli minggu kemarin dan sepertinya bakal jadi bacaan terbaik saya di tahun 2019). Ringkasnya, buku tersebut yaitu menyuruh untuk menemukan identitas (istilah identitas sebenarnya akarnya ya dari membaca buku tersebut, hehe). Setelah identitas mulai teridentifikasi, stick with your new identity, dengan cara membentuk lingkungan yang mendukung identitas tersebut. Mungkin bakal saya jadikan postingan tersendiri khusus untuk review buku tersebut.

PS: Sebenarnya banyak sekali draft dari blog ini yang belum saya publish sejak vakum selama 1 tahun. Cuma bingung juga, entah kenapa kok malah ini yang paling cepet ter-publish, wkwk.